livescoreasianbookie – Pertandingan Liga Champions yang mempertemukan Arsenal melawan Paris Saint-Germain (PSG) menjadi panggung bagi kesuksesan luar biasa The Gunners. Arsenal berhasil melumat PSG dengan skor meyakinkan, 3-0, dalam pertandingan yang menampilkan dominasi penuh dari anak asuh Mikel Arteta. Namun, kemenangan Arsenal ini tidak sepenuhnya tentang kehebatan mereka sendiri; blunder yang dilakukan oleh pelatih PSG, Luis Enrique, juga memainkan peran penting dalam hasil mengecewakan untuk klub asal Paris tersebut. Mari kita kupas lebih dalam bagaimana Arsenal mampu menaklukkan PSG dan mengapa keputusan-keputusan Enrique menjadi faktor utama dalam kekalahan PSG.
Dominasi Arsenal Sejak Awal Pertandingan
Laga antara Arsenal dan PSG dimulai dengan intensitas yang tinggi, kedua tim menampilkan permainan menyerang yang memukau. Arsenal langsung mengambil inisiatif serangan sejak menit pertama, memanfaatkan kelengahan lini tengah PSG yang terlihat sedikit kehilangan arah. PSG, di bawah arahan Luis Enrique, mencoba bermain dengan pendekatan penguasaan bola yang khas. Namun, Arsenal menunjukkan efisiensi dalam menekan, mengganggu pola permainan PSG dan memaksa tim tamu untuk kehilangan bola di area berbahaya.
Salah satu hal yang menjadi kunci dominasi Arsenal adalah formasi taktik dan eksekusi yang brilian dari Mikel Arteta. Arsenal bermain dengan kecepatan tinggi, terutama pada sektor sayap di mana Bukayo Saka dan Gabriel Martinelli terus memberikan ancaman serius bagi lini belakang PSG. Arsenal, dengan pressing ketat dan garis pertahanan tinggi, berhasil mengisolasi pemain kunci PSG seperti Kylian Mbappe dan Marco Verratti, membuat mereka kesulitan untuk menemukan ritme permainan.
Blunder Luis Enrique dalam Penentuan Formasi dan Taktik
Blunder pertama dari Luis Enrique terlihat jelas dari formasi yang ia pilih sejak awal pertandingan. Enrique, yang biasanya menggunakan formasi 4-3-3 dengan lini tengah yang solid, justru memilih untuk bermain dengan formasi 3-4-3 yang cenderung rentan jika tidak di terapkan dengan baik. Dengan formasi ini, Enrique berusaha untuk menciptakan dominasi di lini tengah sekaligus memberikan lebih banyak opsi serangan melalui sayap. Namun, keputusannya justru menjadi bumerang.
Dengan tiga bek di belakang, PSG menjadi sangat rentan terhadap serangan balik cepat yang di lakukan oleh Arsenal. Keputusan Enrique untuk memainkan Achraf Hakimi dan Nuno Mendes sebagai wing-back dalam posisi lebih tinggi membuat ruang di lini belakang PSG terbuka lebar. Gabriel Martinelli dan Bukayo Saka dengan sigap mengeksploitasi ruang kosong ini, berulang kali melakukan penetrasi yang mematikan dari kedua sisi sayap.
Selain itu, Enrique membuat kesalahan besar dengan menempatkan Marquinhos, seorang bek tengah yang berpengalaman, dalam peran yang lebih melebar untuk mengakomodasi formasi tiga bek. Hasilnya, Marquinhos sering terlihat keluar dari posisi idealnya, membuat celah yang akhirnya di eksploitasi oleh lini depan Arsenal. Luis Enrique tampaknya terlalu percaya diri bahwa para pemainnya mampu menyesuaikan diri dengan formasi ini dalam waktu singkat, dan keputusan tersebut justru menjadi malapetaka.
Baca Juga :
Kegagalan Enrique Membaca Gaya Permainan Arsenal
Kesalahan lain dari Luis Enrique adalah kegagalannya dalam membaca strategi yang akan di terapkan oleh Arsenal. Arsenal di bawah Arteta sudah di kenal dengan gaya bermain pressing ketat dan transisi cepat. Enrique sepertinya menganggap bahwa PSG mampu mengatasi tekanan Arsenal dengan permainan penguasaan bola, tetapi kenyataannya justru berbeda.
Lini tengah PSG yang di isi oleh pemain seperti Marco Verratti dan Vitinha kesulitan untuk menghadapi pressing ketat dari pemain-pemain Arsenal. Granit Xhaka dan Thomas Partey mampu menguasai lini tengah dengan energi dan fisik yang lebih baik, menghentikan pergerakan Verratti dan Vitinha, serta memaksa mereka untuk bermain lebih mundur. Tanpa aliran bola yang lancar ke lini depan, Kylian Mbappe dan Neymar seringkali terlihat terisolasi dan tidak mampu memberikan kontribusi berarti.
Blunder ini semakin di perparah dengan keputusan Enrique untuk tidak mengubah pendekatan meskipun timnya terus berada dalam tekanan. Sementara Arteta melakukan penyesuaian di sepanjang pertandingan, Enrique tampaknya terjebak dengan rencana awalnya dan tidak mampu beradaptasi dengan situasi di lapangan. Ketika PSG harusnya mulai bermain lebih direct atau mencoba bertahan lebih kompak untuk kemudian mencari peluang lewat serangan balik, mereka justru terus memaksakan permainan umpan pendek yang akhirnya mudah di antisipasi oleh para pemain Arsenal.
Arsenal Memanfaatkan Setiap Kesempatan
Sementara PSG terus berjuang untuk menemukan ritme permainan, Arsenal dengan efektif memanfaatkan setiap kesalahan lawan. Gol pertama Arsenal datang dari situasi yang bisa di bilang adalah buah dari blunder kolektif PSG. Sebuah kesalahan di lini tengah membuat bola di kuasai oleh Arsenal, yang langsung di simpan ke Gabriel Jesus. Jesus, dengan kecepatannya, mampu melewati pertahanan PSG yang terlihat kacau dan mengonversi peluang tersebut menjadi gol.
Luis Enrique juga membuat keputusan yang di pertanyakan terkait dengan penjagaan terhadap Bukayo Saka. Saka, yang jelas menjadi ancaman serius sejak awal. Tampak di biarkan bebas bergerak di sisi kanan. Nuno Mendes, yang seharusnya menjaga Saka, terlihat sering berada di posisi yang salah, lebih fokus pada serangan ketimbang menjaga pertahanan. Akibatnya, Saka memiliki banyak ruang untuk menciptakan peluang dan akhirnya mencetak gol kedua Arsenal melalui tendangan terarah yang tidak mampu di jangkau oleh Gianluigi Donnarumma.
Gol ketiga Arsenal datang dari serangan balik yang cepat, dan ini kembali menunjukkan betapa PSG sangat rentan di lini belakang. Blunder Luis Enrique untuk terus mendorong timnya bermain ofensif tanpa mempertimbangkan stabilitas pertahanan membuat PSG terekspos oleh serangan balik cepat dari Martinelli. Arsenal, dengan ketenangan dan efisiensi, menghukum PSG untuk kesekian kalinya dan menutup pertandingan dengan skor 3-0.