Kutukan Manis Pelatih Italia di Chelsea: Dari Kesuksesan Singkat

Chelsea

livescoreasianbookie – Chelsea dan pelatih asal Italia adalah kombinasi yang unik. Di satu sisi, mereka membawa kesuksesan besar. Di sisi lain, hubungan itu hampir selalu berakhir dengan ketegangan, konflik internal, atau pemecatan mendadak. Maka, muncul istilah “kutukan manis”—karena hasilnya manis, tapi akhirnya tetap pahit.

Dari Gianluca Vialli hingga Maurizio Sarri, dari Claudio Ranieri hingga Antonio Conte dan Roberto Di Matteo, sejarah Chelsea sarat dengan kontribusi besar para pelatih Italia. Tapi mengapa mereka selalu berakhir dengan perpisahan yang kurang baik meski mencatatkan prestasi cemerlang? Mari kita ulas perjalanan lengkap “kutukan manis” ini.

livescoreasianbookie

Gianluca Vialli: Pioneer Sukses dari Negeri Pizza

  • Periode: 1998–2000

Gianluca Vialli adalah pelatih Italia pertama yang membawa pengaruh besar di Chelsea. Setelah sebelumnya menjadi pemain sekaligus asisten Ruud Gullit, Vialli dipercaya jadi manajer utama pada 1998.

Prestasi:

  1. Piala Liga Inggris (1998)
  2. Piala Winners UEFA (1998)
  3. FA Cup (2000)
  4. UEFA Super Cup (1998)

Vialli mencatatkan sejarah sebagai pelatih termuda yang memenangkan gelar Eropa. Ia membawa gaya manajemen yang elegan, penuh disiplin namun tetap “Eropa Selatan” yang penuh warna.

Sayangnya, hubungan dengan beberapa pemain senior dan dewan klub memburuk. Ia dipecat pada awal musim 2000/01, hanya beberapa bulan setelah membawa Chelsea ke Liga Champions. Sebuah keputusan yang sampai hari ini masih terasa mengejutkan bagi banyak fans.

  • Claudio Ranieri: The Tinkerman yang Tak Pernah Cukup

Periode: 2000–2004

Ranieri mewarisi skuad dari era Vialli dan mulai membangun fondasi. Berita Bola Di bawah Ranieri, Chelsea menjadi tim yang solid dan mulai dikenal sebagai penantang serius, bahkan sebelum era Roman Abramovich dimulai.

Prestasi:

  1. Runner-up Premier League (2003/04)
  2. Semifinal Liga Champions (2004)

Ranieri dikenal karena sering mengubah-ubah susunan pemain—muncul istilah “The Tinkerman.” Namun, ketika Abramovich membeli Chelsea, ekspektasi langsung berubah. Ranieri dipecat pada akhir musim 2003/04, meskipun ia membawa Chelsea ke semifinal UCL untuk pertama kalinya.

Lagi-lagi, pelatih Italia membawa peningkatan besar, tapi tidak diberi waktu untuk menyelesaikan visinya.

Baca Juga :

Roberto Di Matteo: Juara Eropa yang Tak Terselamatkan

Periode: 2012 (interim), 2012–2013

Legenda Chelsea ini awalnya hanya ditunjuk sebagai caretaker setelah Andre Villas-Boas dipecat. Tapi hasilnya luar biasa:

Prestasi:

  1. Juara Liga Champions 2012 (pertama dalam sejarah klub)
  2. Juara FA Cup 2012

Siapa yang bisa lupa malam magis di Munich, ketika Chelsea mengalahkan Bayern lewat adu penalti?

Namun, hanya 5 bulan setelah membawa Chelsea juara Eropa, Di Matteo dipecat karena hasil buruk di fase grup Liga Champions musim berikutnya. Keputusan ini menuai kritik luas karena dianggap tidak menghormati pencapaian sang legenda.

Satu lagi bukti kutukan manis: kejayaan sekejap, lalu pemecatan mendadak.

Antonio Conte: Sang Juara yang Berakhir Ricuh

Periode: 2016–2018

Conte datang setelah Euro 2016 dan langsung membawa revolusi taktik ke Chelsea dengan formasi 3-4-3. Hasilnya? Chelsea tampil memukau dan langsung juara Premier League musim 2016/17.

Prestasi:

  1. Juara Premier League (2016/17)
  2. Juara FA Cup (2018)

Conte dikenal sebagai pelatih yang tegas, intens, dan sangat vokal. Namun, hubungannya dengan manajemen Chelsea—terutama Marina Granovskaia—memburuk setelah transfer gagal seperti Romelu Lukaku (yang justru ke MU).

Di musim keduanya, meskipun menjuarai FA Cup, performa Chelsea menurun dan Conte akhirnya dipecat musim panas 2018. Ia bahkan menggugat klub ke pengadilan terkait pesangon.

Conte adalah pelatih sukses lainnya yang “tak cocok” dengan sistem di balik layar Chelsea.

Maurizio Sarri: Filosofi Jenius, Hubungan Tragis

Periode: 2018–2019

Sarri datang membawa gaya sepak bola “Sarri-ball” yang mengandalkan penguasaan bola dan posisi dinamis. Di awal, banyak yang skeptis terhadap gayanya. Namun, Sarri perlahan menunjukkan kualitasnya.

Prestasi:

  1. Juara UEFA Europa League 2019
  2. Runner-up Carabao Cup (vs Manchester City, kalah penalti)
  3. Finish ke-3 Premier League

Meski membawa gelar Eropa, Sarri dihantam kritik dari fans karena gaya bermainnya dianggap “membosankan.” Ia juga kesulitan mengendalikan ruang ganti, terutama kasus Kepa Arrizabalaga yang menolak diganti dalam final Carabao Cup.

Sarri kemudian memilih pergi ke Juventus, dengan alasan tidak mendapat dukungan penuh di klub. Sekali lagi, pelatih Italia sukses, tapi tak lama bertahan.

Mengapa Pelatih Italia dan Chelsea Sering Gagal Bertahan Lama?

Ada pola menarik yang terlihat dari semua kisah di atas:

  • Sukses Instan → Tekanan Meningkat:

Pelatih Italia di Chelsea cenderung langsung memberi dampak. Tapi karena ekspektasi melonjak cepat, sedikit penurunan performa langsung berujung pemecatan.

  • Perbedaan Gaya Manajemen:

Pelatih Italia biasanya ingin kontrol penuh soal transfer dan taktik. Di Chelsea, keputusan rekrutmen sering berada di tangan direktur klub. Ini menciptakan ketegangan jangka panjang.

  • Kurang Kesabaran dari Manajemen:

Bahkan setelah membawa trofi besar, pelatih-pelatih Italia seperti Di Matteo, Conte, dan Sarri tidak diberi waktu jangka panjang. Gaya manajemen “galak tapi efektif” mereka tidak sejalan dengan struktur klub yang penuh intervensi.

Total: 8 trofi besar dalam 20 tahun, sebagian besar di periode singkat.

Apakah Kutukan Ini Bisa Berakhir?

Setelah Sarri, Chelsea belum kembali menunjuk pelatih Italia secara penuh. Thomas Tuchel (Jerman), Graham Potter (Inggris), dan Mauricio Pochettino (Argentina) datang silih berganti, tapi tak satupun memberikan stabilitas jangka panjang.

Bahkan dengan pelatih non-Italia, Chelsea tetap dikenal sebagai klub yang cepat berganti pelatih. Maka, bisa jadi “kutukan” ini bukan soal asal negara pelatih—melainkan tentang budaya internal klub yang tidak mendukung keberlangsungan proyek jangka panjang.

Namun yang pasti, setiap pelatih Italia di Chelsea membawa identitas kuat, keberanian taktik, dan trofi.

Manisnya Trofi, Pahitnya Perpisahan

Pelatih Italia di Chelsea seperti bintang jatuh—bersinar terang dalam waktu singkat, lalu padam tiba-tiba. Mereka datang dengan filosofi matang, membawa trofi bergengsi, tapi tak pernah lama bertahan.

Kutukan manis ini terus menjadi bagian dari narasi unik Chelsea: klub yang tak pernah kehabisan cara untuk menang, tapi juga tak segan melepas siapapun saat arah tak sesuai.

Akan kah suatu hari pelatih Italia kembali ke Stamford Bridge untuk mematahkan kutukan ini? Atau akan tetap menjadi siklus manis dan getir yang terus berulang?

Danang Arianto adalah seorang insinyur sipil yang memiliki keahlian dan pengalaman luas dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek infrastruktur. Dengan latar belakang pendidikan yang kuat di bidang teknik sipil, Danang telah berkontribusi pada berbagai proyek besar di Indonesia, menjadikannya salah satu profesional yang diakui di bidangnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *