Livescoreasianbookie – Munculnya pemain generasi baru sudah mengurangi beban para bintang dari sepak bola Brazil yang lebih tua.
Apakah akan tersingkirkan Brazil pada perempat final di tangan Belgia di RUsia 2018 akan menentukan era Adenor Leonardo Bacchi atau dapatkah pelatih Brazil yang juga dikenal sebagai Tite dan juga tim nya bangkit kembali di Qatar 2022
Di Kazan Rusia, kuburan orang – orang hebat, tim Roberto Martinez mengalahkan juara dunia lima kali dalam pertemuan delapan besar dari end to end yang luar biasa.
Livescore piala dunia. Martinez membuat sebuah kejutan taktis dengan memainkan Romule Lukaku pada sisi kanan serangan.
Brazil terguncang. Tanggapan pada babak kedua mereka sia – sia, bahkan jika hasilnya bergantung dengan detail halus, termasuk ujung jari kiper Belgia Thibaut Courtois.
Penghapusan itu mengguncangkan Tite dan membuat terjaga di malam hari. Jauh di lubuk hati, ia ialah pelatih konservatif bahkan juga sesudah ia mengambil cuti panjang di tahun 2014 untuk memasukkan dirinya di beberapa sekolah kepelatihan permainan.
Kekalahan itu dia tanggapi dengan memperkuat baris tengahnya untuk menahan Brasil terpampang kembali. Tetapi team tidak menghidupkan kembali kesombongan dan semangatnya di waktu lalu. Seakan-akan Tite terus memainkan laga Belgia berkali-kali di kepalanya serta kemenangan di Copa America 2019 yang terlambat di kandang tidak bawa pelipur lara.
Brasil memainkan jalan mereka ke arah mahkota kontinental kesebelas, tapi style permainan mereka yang berusaha keras tidak berhasil mengagumkan.
baca juga:
Di kualifikasi Piala Dunia, Brasil mendapati beberapa mojo mereka kembali, tak pernah kalah diperjalanan ke Qatar, cetak 45 gol dan cuma kecolongan lima.
Betapapun impresifnya kampanye kualifikasi, Brasil dan Tite tahu signifikansinya akan terbatas saat memainkan yang terbaik di Piala Dunia.
Brasil sudah tersisih dari 4 piala dunia paling akhir lebih cepat setelah ditaklukkan oleh kelas berat Eropa – Prancis dan Zinedine Zidane pada 2006, Belanda dan Arjen Robben pada 2010, Toni Kroos dan Jerman pada 2014, dan Belgia dan Kevin De Bruyne pada 2018.
Bagaimana reaksi Seleçao Canarinho dari Brasil saat menantang elit Eropa? Babak group bisa menjadi déja vu untuk Tite.
Satu kali lagi, Brasil akan menantang Serbia dan Swiss – team yang menurut penglihatannya tidak dapat disepelekan – di set group. 4 tahun lalu, Tite terobsesi untuk mendapatkan langkah untuk membedah pertahanan Eropa yang kuat dan teamnya berusaha untuk memimpin di set group.
jadwal piala dunia. Di tahun 2022, prospeknya sedikit berbeda. Dengan dikenalkannya UEFA Nations League, Brasil nyaris tak pernah mendapatkan peluang untuk menantang musuh Eropa, yang masih jadi ujian lakmus di laga internasional.
Walaupun demikian, juara dunia 5 kali itu semakin lebih optimis dari awal sebelumnya ke arah Qatar 2022 karena mereka tak lagi cuma tergantung pada Neymar, yang terpaut 3 gol dari rekor pembuat gol Pelé untuk Brasil.
Timbulnya pemain angkatan baru sudah mengurangi beban beberapa bintang Brasil. Dalam beberapa dekade paling akhir, pemain berumur 30 tahun itu jadi fokus perhatian Seleção Brasileira, kerap menanggung semua tanggung-jawab sekalian melakukan pemantauan ketat, tapi di Vinicius Junior, Richarlison de Andrade atau Richarlison dan Raphael Dias Belloli (Raphinha) Brasil mempunyai tanaman bintang baru.
Dari tepian Rio de Janeiro sampai Stadion Santiago Bernabeu Real Madrid, cerita Vinicius Junior ialah cerita classic Brasil yang mengamuk jadi orang kaya, tapi, saat taruhan untuk melewati Atlantik pada umur muda, dia sudah menguatkan dirinya sendiri di starting XI Madrid dan juga jadi unggulan Brasil, memupuk kesepakatan yang bagus dengan Neymar.
Talenta serang Brasil melebihi Vinicius dan tinggalkan Tite dengan permasalahan eksklusif pada saat sebelum Brasil mengawali kompetisi mereka melawan Serbia pada 24 November di Stadion Lusail di mana mereka akan berharap untuk kembali lagi ke final.
Ditanyakan saat wawancara belakangan ini dengan media Brasil mengenai mainkan lima pemain serang di final Piala Dunia, Tite menjelaskan: Saya tidak paham, itu akan bergantung pada analitis musuh dan berapa baik team ini bersatu. Lapangan yang bicara. Tetapi bila menyaksikan beberapa atletnya, Paquetá bersaing tetapi dapat bertahan. Richarlison mengkompensasi infiltrasi Neymar, tiba dari belakang. Raphinha mengidentifikasi dengan hebat. Vini Vinicius tengah berkembang.
Legenda AC Milan, Cafu, benar-benar mengharapkan tim nasional Brasil sanggup memutuskan dominasi negara Eropa pada Piala Dunia 2022 Qatar tahun akhir ini. Cafu sebagai kapten paling akhir yang sanggup mengantarkan tim nasional Brasil jadi juara Piala Dunia. Peristiwa itu terjadi pada Piala Dunia 2002 yang digelar di Korea Selatan dan Jepang. Sesudah Cafu, tidak ada kapten tim nasional Brasil yang sempat mengusung piala emas Piala Dunia. Tim nasional Brasil bahkan juga tak pernah kembali tembus partai puncak atau final dalam empat edisi Piala Dunia paling akhir (2006, 2010, 2014, 2018). Pada empat Piala Dunia itu, tim nasional Brasil selalu tersisih sesudah kalah dari negara Eropa.
Tim nasional Brasil bahkan juga pernah harus memikul malu saat jadi tuan-rumah Piala Dunia 2014. Selecao, panggilan tim nasional Brasil, saat itu tersisih pada semi-final Piala Dunia 2014 sesudah babak belur kalah telak 1-7 dari Jerman. Rincian di atas pasti mencoret nama besar Brasil yang memiliki status negara paling sukses dalam riwayat Piala Dunia dengan perolehan lima titel juara. Saat raja Piala Dunia tertidur, beberapa negara Eropa sukses mengambil pentas. Italia, Spanyol, Jerman, dan Perancis, secara berurutan ialah juara Piala Dunia 2006 sampai 2018. Menurut Cafu, tahun ini ialah waktu terbaik untuk tim nasional Brasil memutuskan dominasi negara Eropa dan mengakhiri puasa 20 tahun raih gelar Piala Dunia.